Kamis, 27 November 2008

Hidup sederhana sebagai pilihan


Wilfred Hoffman*, mantan Dubes Jerman di Aljazair dan Maroko
bercerita bahwa istrinya merasa “malu” setiap kali menghadiri acara
pesta kalangan diplomat atau para pejabat di kedua negara itu.
Pasalnya, istri Pak Hoffman tidak memiliki perhiasan dan baju yg
gemerlap, mahal dan mewah seperti yg biasa dikenakan para ibu-ibu
pejabat negara-negara Arab.

Kisah kecil yg diceritakan Wilfred Hoffman di atas menggambarkan
fenomena yg terasa ironis dan paradoks: seorang Dubes/diplomat dari
negara kaya yg hidup sederhana, dan di sisi lain, para dubes/diplomat
dari negara miskin yg hidup mewah dan glamor.Hidup mewah di kalangan pejabat, memang tidak hanya terwakili oleh
negara2 Arab saja, tetapi hampir bisa dilihat menjadi fenomena umum
di seluruh negara2 berkembang/miskin, tak terkecuali Indonesia.
Kenapa ini terjadi? Ada beberapa faktor yg memotivasi hal ini:

Pertama, faktor mental kuli. Negara2 berkembang rata2 baru 5 - 6
dekade menikmati kemerdekaan dari penjajah bule (plus Jepang bagi
Indonesia). Mental dari anak jajahan yg paling kental adalah perasaan
minder (inferiority complex) yg ekstrim yg untuk menutupinya adalah
dg cara hidup mewah dan berkesan kaya raya seperti gaya para penjajah
itu.

Kedua, mismanajemen negara. Karena baru bisa mendapat kesempatan
mengatur negara sendiri, maka kemampuan memanage negara juga kurang.
Keluar masuk uang negara juga kurang terdeteksi. Dan KKN juga menjadi
hal yg dianggap wajar dan malah terkadang “membanggakan”. Sama dg
pelacur yg “bangga” dg profesinya krn. telah berhasil mengangkat
taraf hidup layak keluarganya.

Ketiga, rata-rata para calon pejabat, termasuk kita-kita para
generasi muda ini, berasal dari keluarga miskin. Hidup miskin itu
tidak enak, dan jarang orang yg bisa “menikmati”-nya. Ciri khas orang
miskin umumnya selalu mimpi jadi kaya dg segala kemewahan yg ada di
dalamnya. Karena itu, ketika mendapat kesempatan menjabat posisi
basah, kita jadi ibarat singa lapar. Lapar memenuhi mimpi2 waktu muda
dg segala cara. Seperti ketika kita berpuasa dan makan sepuas2nya
ketika waktu berbuka sudah tiba.

Sekarang mari kita kembali pada Dubes Wilfred Hoffman. Dia dubes
negara maju, gajinya pasti besar. Tapi kenapa dia hidup sederhana?
Apakah dia tidak punya duit untuk menyenangkan istrinya? Atau apakah
dia terlalu pelit untuk hidup mewah dan glamor?

Jawabnya jelas, tidak. Dia hidup sederhana bukan karena tidak punya
duit. Tapi karena ia memang “sengaja memilih untuk hidup sederhana”.
Jadi hidup sederhana sebagai pilihan yg membanggakan, bukan sebagai
keterpaksaan. Dan mereka bangga dg kesederhanaan itu! Banyak kalangan
orang2 di negara2 maju (pejabat maupun pebisnis) yg memilih hidup
sederhana, krn. mereka merasa hidupnya menjadi lebih bermakna dan
bermanfaat: kelebihan uang mereka disalurkan untuk yayasan2 pemberi
beasiswa pada mahasiswa2 internasional, untuk orang2 miskin di
negara2 berkembang, untuk berbagai penelitian, dll.

Salah satu contohnya yg paling monumental adalah Albert Nobel.
Inventor dan pemilik lebih dari 300 hak paten berbagai penemuan
teknologi baru. Dia kaya raya. Tapi tak satupun hartanya dia wariskan
ke anaknya. Sebaliknya, ia tumpahkan seluruh harta kekayaannya untuk
Nobel Foundation, pemberi hadiah Nobel untuk para ilmuwan dunia yg
berhasil meraih prestasi gemilang di bidang masing2. Albert Nobel
sudah meninggal puluhan tahun lalu, tapi namanya selalu dikenang di
seluruh dunia sampai sekarang. Kuncinya, karena ia memilih hidup
sederhana.

Tulisan ini saya persembahkan buat siapa saja, khususnya pada rekan2
generasi muda seperti saya yg mungkin pada sepuluh tahun mendatang
sudah menduduki berbagai posisi di pemerintahan atau menjadi pebisnis
besar. Kalau kita beruntung secara materi, pilihlah hidup sederhana
dan bangga dg kesederhanaan itu. Kalau kita kurang beruntung, mari
sama2 bekerja keras untuk menjadi beruntung.

Jadi, harap tidak salah paham. Saya bukan mengajak Anda untuk hidup
miskin seperti para sufi. Sebaliknya, saya malah mengajak Anda untuk
berusaha sekeras mungkin untuk menjadi kaya (dg cara yg halal
tentunya), tapi tetap menjaga dan memelihara gaya hidup sederhana,
bermartabat dan peduli pada yg membutuhkan. Have a nice day!